Resistensi Antibiotik dan Penyakit Bawaan Makanan

Apa yang terbesit dipikiran kamu tentang penyakit bawaan pangan (food borne diseases)? Diare, mual dan muntah setelah mengkonsumsi makanan? Penyakit bawaan pangan diakibatkan oleh konsumsi makanan yang terkontaminasi agen kimia atau agen biologis (bakteri, virus dan parasit). Diare, mual dan muntah adalah gejala awal, sementara dalam jangka panjang dari konsumsi makanan yang terkontaminasi dapat mengakibatkan kegagalan organ (ginjal dan hati) hingga kanker dan ratusan jenis penyakit lainnya. Diperkirakan 1 dari 10 orang di dunia (600 juta orang) mengalami penyakit bawaan makanan [1]. Di Asia Tenggara, penyakit ini umumnya diakibatkan oleh infeksi bakteri seperti Salmonella spp (terutama Salmonella Typhi) (35%), Escherichia coli (15%), Campylobacter spp (5%) dan Shigella spp (4%) [2].

 

Bagaimana kaitan antibiotik dengan penyakit bawaan makanan?

 

Antibiotik sejatinya berfungsi untuk melawan infeksi yang diakibatkan oleh bakteri. Akan tetapi, penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol, terutama di sektor pangan, seperti penggunaan antibiotik sebagai antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan - antibiotic growth promoters (AGP) atau pemakaian rutin tanpa ada indikasi gejala penyakit infeksi bakteri pada hewan mengakibatkan bakteri resisten berkembang dengan cepat. Melalui penggunaan antibiotik yang tidak bijak, bakteri beradaptasi dengan memodifikasi gen tertentu atau mendapatkan gen resisten antibiotik dari bakteri lain atau lingkungan, sehingga ia dapat menghasilkan protein yang dapat menghalangi atau menggagalkan kerja antibiotik.  Bakteri-bakteri tersebut dapat masuk ke rantai makanan melalui beberapa jalur seperti dengan mengontaminasi daging selama proses penyembelihan atau tanaman pangan melalui tanah, pupuk serta air irigasi [1].

 

Sejak tahun 2000, penemuan bakteri resisten pada bahan makanan/makanan semakin meningkat terutama yang diakibatkan oleh Salmonella enterica dan Escherichia coli karena kedua bakteri ini juga lazim ada di hewan dan dapat berpindah dari hewan ke manusia (zoonotik). Beberapa studi menemukan sekitar 11-95% Salmonella yang terisolasi dari daging hewan ternak resisten terhadap satu atau lebih antibiotik (Multi Drug Resistant - MDR) seperti tetracycline, streptomycine, sulfamethoxazole, and ampicillin. Sementara Escherichia coli telah ditemukan paling banyak resisten terhadap ampicillin. Bakteri ini juga resisten terhadap streptomycin, sulfamethoxazole, and tetracycline. Bahkan di beberapa negara termasuk Asia Tenggara, resistensi E. coli terhadap antibiotik generasi ketiga, sefalosporin and fluoroquinolon, telah ditemukan [3]. Mungkin kamu familiar dengan nama-nama antibiotik tersebut? Semakin banyak satu jenis bakteri resisten terhadap beragam jenis antibiotik maka semakin berbahaya dan sulit infeksi bakteri tersebut disembuhkan, terutama jika resisten terhadap jenis antibiotik generasi baru (seperti: generasi ketiga cephalosporins and fluoroquinolones) [3,4]. Dengan kata lain, penyakit bawaan pangan yang diakibatkan oleh infeksi bakteri resisten akan semakin sulit untuk disembuhkan dan berbahaya. Bayangkan jika terkena diare akibat infeksi bakteri yang mengkontaminasi makanan yang kamu makan, namun sulit untuk sembuh karena patogen tersebut resisten terhadap antibiotik yang biasa digunakan!

 

Lantas, apa yang bisa kamu lakukan untuk menghambat resistensi antibiotik dan mencegah terkena penyakit bawaan makanan?

 

Bagi yang bergerak disektor perternakan dihimbau untuk menghentikan penggunaan AGP. Dalam praktiknya, AGP diberikan pada ternak dengan dosis di bawah dosis terapi yang jika digunakan secara rutin dalam waktu lama dapat mempercepat laju perkembangan bakteri resisten antibiotik dari sektor pangan. Di Indonesia sendiri larangan penggunaan AGP telah diatur dalam revisi UU RI No. 18 Tahun 2009 dan UU RI No. 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Peternak dapat menggunakan alternatif AGP seperti enzim, probiotik, vaksinasi dan penerapan pengelolaan ternak yang baik dan benar [5]. Selalu ingat bahwa antibiotik adalah obat keras dan bukan untuk “jaga-jaga”, antibiotik hanya dapat dibeli dan digunakan sesuai dengan anjuran resep dokter/dokter hewan.

 

Sementara, pencegahan penyakit bawaan makanan dapat dilakukan dengan selalu mencuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah mengolah bahan pangan/makan dan menerapkan 4 langkah mudah [6], diantaranya: 
  • Bersihkan: Selalu bersihkan permukaan area masak dan alat-alat masak dengan baik sebelum dam sesudah memasak; Cuci bahan-bahan makanan dengan air yang mengalir.
  • Pisahkan: Olah bahan pangan secara terpisah sesuai dengan jenisnya (misal: daging hanya dengan daging dan sayur hanya dengan sayur)  dan gunakan peralatan yang berbeda (misal: papan potong) untuk persiapan bahan pangan tersebut. Jika alat persiapan digunakan untuk semua jenis bahan, hal tersebut dapat mengakibatkan kontaminasi silang dari jenis bahan makanan satu ke lainnya. 
  • Masak dengan benar: Pastikan saat memasak semua bahan matang dengan baik dengan melihat warna atau tekstur dari bahan yang dimasa
  • Dinginkan dengan tepat: Simpan makanan di kulkas yang bersuhu tidak lebih dari 4oC dan segera buang makanan yang sudah tidak layak untuk disimpan di kulkas (misal: jamuran atau berbau tak sedap) hindari meletakan makanan di luar biarkan makanan berada terbuka di luar. Hindari penggunaan bahan makanan yang berulang-ulang masuk dan keluar kulkas karena bakteri dapat berkembang dengan cepat dalam kondisi tersebut, usahakan simpan bahan makanan dalam beberapa wadah jika ingin digunakan beberapa kali.

Disclaimer: Artikel yang terkandung dalam situs ini disajikan untuk digunakan sebagai informasi tambahan. Artikel di dalam situs zywielab.com ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan perawatan medis profesional atau rekomendasi terhadap suatu individu dari ahli gizi profesional. Artikel yang ada di dalam situs ini tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk diagnosis atau pilihan pengobatan. Semua pengobatan yang anda lakukan harus berdasarkan rekomendasi dari dokter dengan pemeriksaan secara langsung. Semua risiko atas penggunaan informasi di website ini sepenuhnya ada pada pembaca. Gambar-gambar dan ilustrasi yang dimuat di dalam website ini adalah gambar public domain kecuali jika diberikan referensi secara spesifik. Atribusi ditambahkan jika disyaratkan. Jika Anda menemukan sesuatu yang harus diperbaiki dalam artikel ini, silakan hubungi kontak@zywielab.com

 

Lisensi: Lisensi artikel ini adalah Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan (BY-NC-ND): Pencipta diberi kredit dan hanya karya verbatim saja untuk tujuan nonkomersial saja. Untuk lisensi komersial dan edukasi silahkan menghubungi kami di lisensi@zywielab.com

Referensi

Tentang Penulis dan Penyunting

deva's picture
I.D.G.S. Deva, S.Si. M.P.H
ITB - Mikrobiologi, Imperial College London - Public Health
Deva menyelesaikan jenjang pendidikan magister di Imperial College London dengan jurusan Public Health. Sebelumnya ia lulus dari program studi Mikrobiologi di Institut Teknologi Bandung. Ketertarikan akan penyakit infeksi sejak dari menempuh sarjana, kemudian dibawa dalam jenjang magister dengan mempelajari kesehatan masyarakat yang lebih menekankan pada sisi pencegahan penyakit dalam skala...
ayunina's picture
Ayunina R. F., Apt., M.Sc.
ITB, Farmasi, Ghent University, Nutrition and Rural Development
Semenjak menempuh pendidikan di Sekolah Farmasi ITB, Ayunina tertarik dengan peran makanan dan gaya hidup dalam penyembuhan dan kesehatan. Hal ini pun mengantarkannya untuk menempuh pendidikan magister di jurusan Nutrition and Rural Development di Ghent University dengan beasiswa dari pemerintah wilayah Flanders, Belgia. Setelah memperoleh gelar masternya di tahun 2016, Ayunina kini mengelola...
rizal's picture
Dipl-Ing Arradi Nur Rizal M.Sc.
Founder, Reviewer, The Science of Gastronomy
Rizal, sebagai pencetus Zywie laboratorium, walaupun memiliki latar belakang di bidang teknik dan bisnis, mempunyai perhatian lebih terhadap pendidikan kesehatan dan gizi di masyarakat. Perhatian ini muncul ketika Rizal sedang mempelajari "The Science of Gastronomy". Sekarang Rizal sedang bekerja di Lund University, Swedia.